Kawin Kontrak Banyak Terjadi di Kampung-kampung Indonesia Ini


InfovideoFB - Baru-baru ini dunia selebritis Indonesia dikejutkan dengan berita perceraian Lucky Hakim dengan Tiara Dewi yang pernikahannya baru berusia tujuh bulan. Isu kawin kontrak pun santer terdengar di media massa.

Terlepas dari benar atau tidaknya kabar tersebut, Indonesia memang memiliki sejumlah kampung yang penduduknya sudah terbiasa dengan praktik kawin kontrak.

Di kampung-kampung ini, setiap hari ada yang melangsungkan akad nikah. Ada penghulu, mempelai laki-laki dan perempuan, serta mahar yang diberikan pihak laki-laki ke perempuan yang dinikahinya.

Di mana saja praktik kawin kontrak dilakukan di Indonesia dan bagaimana prosedurnya?


Pertama, di tempat yang disebut sebagai Kampung Cinta di Kecamatan Pageden, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Laki-laki yang datang ke sini rata-rata berasal dari Jakarta yang berjarak sekitar 134 kilometer dari Subang. Jalan menuju kampung ini pun masih berupa jalan kecil dengan hutan di kanan kirinya. Perempuan yang dinikahi dengan sistem kontrak ada yang berusia mulai 16 tahun hingga 30-an tahun. Alasannya klasik, mereka mau dinikahi dalam jangka waktu tertentu karena ingin dinafkahi sebab mereka memiliki keterbatasan ekonomi dan pendidikan.

Kedua, Desa Kalisat, Kecamatan Rembang, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, sekitar dua jam dari pusat kota Surabaya. Memasuki desa, beberapa tukang ojek akan menyambut dengan pertanyaan-pertanyaan khas seperti, "Ingin yang seperti apa?", "Ada yang baru tapi agak mahal, mau nggak?", dan sebagainya. Apalagi kalau plat mobil yang digunakan adalah luar kota. Bukan hanya mendatangkan pelanggan dari Indonesia saja, Desa Kalisat ini sudah terkenal hingga ke pasar internasional di antaranya Malaysia, Singapura, dan Arab Saudi.

Proses kawin kontrak semuanya diurus oleh orang yang disebut makelar, termasuk abang ojek penjaga pintu masuk desa tadi. Dari mahar, penghulu, hingga surat kontrak, serta keluhan-keluhan dari pihak pengontrak dan terkontrak juga semua urusan makelar.

Pemuka agama di desa ini jugalah yang mengawinkan mereka. Meskipun terdengar kontroversial bahkan ironis pada suatu titik, beberapa pemuka agama di sini punya alasan tersendiri untuk tetap mengizinkan praktik ini berlangsung, yaitu nikah siri yang menurut mereka sesuai dengan ajaran agama Islam meskipun sebenarnya masih banyak perdebatan yang menyertainya.

Laki-laki yang datang ke sini juga beralasan bahwa menurutnya kawin kontrak lebih halal dibandingkan jajan di lokalisasi.

Tarifnya bergantung pada keperawanan dan kecantikan.

Uang jasa sebesar 35 juta rupiah harus disetor kepada makelar untuk mendapatkan perawan, sedangkan untuk janda sebesar 15 juta rupiah. Dari jumlah tersebut, entah berapa yang masuk ke makelar dan berapa yang masuk ke perempuan yang dikontrak.

Terakhir, di Puncak Bogor. Kalau di sini, rata-rata yang mengontrak adalah turis asal Timur Tengah. Mereka tidak mau membayar PSK dengan alasan tidak halal. Maka meski hanya berada di Indonesia selama beberapa hari, mereka akan memilih satu perempuan saja untuk dikawin kontrak. Perempuan yang dikontrak berasal dari beberapa daerah di Jawa Barat seperti Garut dan Cianjur. Untuk biayanya, murah saja. Sekitar 700 ribu hingga satu juta rupiah per hari.

Praktik kawin kontrak masih menyisakan pro dan kontra baik di kalangan pengamat sosial maupun dari sisi agama. Dari sisi sosial, akar masalah sebenarnya dapat dituntaskan melalui pemberdayaan ekonomi. Tapi kadang-kadang ya mereka kembali lagi meski telah diberdayakan, karena penghasilan dari kawin kontrak lebih banyak dan lebih cepat datangnya.

Sumber Tulisan: Yukepo