InfovideoFB - Soekarno adalah Presiden pertama Indonesia dan merupakan orang yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
Beliau adalah tokoh sentral Indonesia pada pra dan paska kemerdekaan Indonesia pada saat itu. Seorang pejuang kemerdekaan, orator ulung dan ahli negosiasi yang mampu membawa Indonesia mencapai titik kemerdekaannya. Sudah barang tentu beliau tidak kerja sendiri, tapi jerih payahnya memang tidak seharusnya dilupakan begitu saja.
Sayang, saat menjelang mangkat, kisah hidup beliau begitu memilukan. Begini ceritanya...
Presiden pertama RI ini lahir di Surabaya 6 Juni 1901 lalu memang menjadi salah satu Founding Father bagi Indonesia. Dari segala kemampuannya dalam memimpin jutaan rakyat Indonesia demi satu tujuan yaitu kemerdekaan ternyata harus merasakan pil pahit munculnya obsesi orang lain atas kekuasaan, sebut saja Orde Baru. Bagaimana sang penguasa Orde Baru memang perlahan membuat Soekarno mati kutu, sekarat dan bahkan wafat.
Pernah suatu kali Soekarno mengatakan bahwa, “Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah milik rakyat. Dan di atas segalanya adalah kekuasaan Yang Maha Esa”. Ungkapan tersebut seperti sebuah peringatan bahwa kekuasaan Soekarno sudah mencapai titik nadir.
Setelah MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) menunjuk Soeharto sebagai presiden, Soekarno menerima surat perintan untuk meninggalkan istana negara dalam waktu maksimal 2 x 24 jam. Soekarno semacam tidak diberikan waktu untuk memilah barang-barang pribadinya yang bisa ia bawa. Kata-kata yang diucapkan para tentara untuk “mengusir” Soekarno pun sudah tidak lagi ramah seperti sebelumnya.
Tidak lupa Soekarno mengingatkan pada Guruh, anaknya untuk segera membereskan barangnya karena mereka sudah tidak bisa tinggal lebih lama lagi di istana. Tak lupa Soekarno mengingatkan untuk tidak mengambil barang-barang lain selain barang pribadi, karena barang tersebut milik negara. Hal yang sama pun dilontarkan Soekarno kepada beberapa ajudannya.
Kejadian tersebut memang membuat seisi istana menjadi panik dan histeris. Bahkan para pekerja dapur sampai patungan untuk memasakkan Soekarno makanan terakhir yang lebih enak dari biasanya. Namun Soekarno menolak, baginya sayur lodeh biasa saja sudah cukup.
Di hari kedua memang semua semakin kacau, para tentara sudah siap menjemput Soekarno untuk segera meninggalkan istana. Satu barang yang paling diselamatkan oleh Soekarno adalah bendera pusaka yang khawatir akan diambil tentara nantinya. Bendera pusaka itu pun hanya dibungkus dengan koran bekas dan ia masukkan ke dalam kaos oblongnya.
Berpisah dengan istana, Soekarno tinggal di rumah Fatmawati di bilangan Kebayoran Baru. Penyakit ginjalnya semakin parah, ditambah dengan obat-obatan yang biasa ia konsumsi sudah tidak boleh lagi diberikan. Parahnya, obat-obatan yang ada di Istana dibuang oleh para tentara suruhan Orde Baru.
Di rumah Fatmawati ternyata tidak bisa mengekang Soekarno dengan penuh. Beliau masih dianggap berbahaya karena sering keluar rumah untuk sekedar jalan-jalan mencari udara segar. Mengetahui hal itu, tiba-tiba pada suatu malam datang segerombolan tentara untuk memindahkan Soekarno ke daerah Bogor. Dengan penyakitnya yang semakin parah, beliau ternyata dirawat oleh seorang dokter hewan. Kondisi Soekarno semakin parah, wajahnya bengkak-bengkak dan semakin sulit untuk beranjak dari kasur.
Mengetahui hal itu Rachmawati yang sempat berkunjung ke Bogor menjenguk sang ayah menulis surat untuk presiden meminta agar Soekarno dirawat keluarga di Jakarta. Singkatnya, permohonan itu dikabulkan oleh Sang Presiden. Soeharto memerintahkan anak buahnya untuk memindahkan Soekarno ke Wisma Yaso, Jakarta.
Selama tinggal di Wisma Yaso, beliau dirawat oleh dokter Mahar Mardjono yang ternyata sering meneteskan air mata karena tak ada lagi obat yang bisa digunakan Soekarno. Beliau hanya memberikan vitamin dan madu untuk daya tahan tubuh Soekarno. Kalau sulit tidur, Soekarno diberi valium. Sama sekali tidak ada obat untuk menyembuhkan penyakit ginjalnya.
Perlakuan para tentara penjaga di Wisma Yaso juga semakin hari semakin kasar. Soekarno sama sekali tidak boleh membaca apalagi koran. Kalau ketahuan pasti direbut dan dimakinya Sang Proklamator tersebut. Kondisi penyakit ginjal Soekarno juga semakin memburuk. Wajahnya tambah bengkak-bengkak karena racun yang ada di tubuhnya. Jangankan untuk berjalan, untuk berdiri saja beliau tidak sanggup lagi.
Mengetahui kondisi sahabatnya yang semakin buruk, Bung Hatta berniat untuk menjenguk Soekarno. Mengingat Soekarno adalah seorang tahanan, Hatta harus memimta izin terlebih dahulu kepada presiden untuk menjenguk kawan seperjuangannya itu. Dengan tegas Hatta menulis surat permohonan izin, syukurlah permohonan tersebut langsung diizinkan.
Hatta berhasil menjenguk Soekarno di kamar Wisma Yaso yang jorok dan bau. Saat itu kondisi Soekarno nyaris tidak sadar. Rupanya Soekarno menyadari kedatangan sahabatnya itu. “Bagaimana kabarmu, No?” tanya Hatta dengan suara yang sudah bergetar menahan tangis.
Dengan sekuat tenaga Soekarno berupaya meraih lengan Hatta. “Hoe gaat het met Jou?” Apa kabarmu? Tanya Soekarno kepada Hatta. Hatta memegang lembut tangan Soekarno dan mendekatkan wajahnya. Air mata saat itu tumpah ruah. Mereka berdua tak kuasa menahan tangis seperti anak kecil.
Beberapa hari kemudain Putra Sang Fajar kembali ke pangkuan Tuhan Yang Maha Esa pada tanggal 21 Juni 1970 di RSPAD. Kematian Soekarno dengan cara penyiksaan dari penguasa memang menggores hati kita yang terdalam. Saat itu, bisa saja Soekarno menolak untuk diperlakukan sebagai tahanan. Tapi untuk apa berperang pada saudara sendiri? Perang melawan Belanda lebih mudah, karena hidung dan perawakannya beda. Kalau perang saudara? Hidungmu sama, saudaramu sama dan keluargamu pun sama.
Soekarno memang tauladan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan segala jerih payahnya yang memang berhasil membawa kita semua kepada kemerdekaan harus bertekuk lutut hingga sekarat di tangan pemerintah yang menggantikannya.
Sumber Tulisan: yukepo